Kurir
Greatmeat, setelah dibersihkan beberapa menit akhirnya tulisan di sisi kiri mobil box itu bisa terbaca lagi. Bau menyengat yang sebelumnya seperti memaksa menguras isi perut juga sudah tidak tercium. Sudah hampir setahun Steve bekerja sebagai kurir pengantar daging di perusahaan supplier, yang memasok keperluan puluhan resto berbintang di sebuah kota besar, baru kali ini dia mengalami kejadian seperti itu.
Agaknya dia sedikit beruntung, terlambat sedikit saja mungkin bukan hanya lumpur dan sayuran busuk yang dilemparkan ke mobilnya. Di perjalanan pulang, dia berpapasan dengan sejumlah orang yang mengenakan kostum binatang. Dikiranya sekelompok badut, siapa sangka jika orang-orang itu adalah sekelompok ekstremis vegan.
“Sepertinya kau mengalami hari yang buruk?” sapa Jacob, atasannya.
“Entahlah, sekumpulan badut berkostum hewan tadi benar-benar parah! Aku saja yang mungkin sedang sial,” jawab Steve sambil meletakkan ember beserta alat pembersih lalu meregangkan otot punggung.
Mendengar itu Jacob hanya tertawa ringan sambil memberikan bungkusan kecil yang disebutnya sebagai bonus
“Tidak banyak, hanya beberapa ratus gram, tapi itu setara dengan dua bulan gajimu.” Jacob menepuk pundak Steve, sambil memberikan gestur yang meminta Steve agar tetap semangat sambil bertolak menuju ruang kerjanya.
Setelah mengembalikan alat cuci dan yakin tidak melupakan apa pun, Steve bergegas ke parkiran, merogoh kunci motor dari saku celananya dan pulang. Sampai di rumah, dia disambut oleh wajah khawatir milik istrinya yang terduduk di kursi roda. Tidak biasanya Steve pulang terlambat.
“Ada sedikit kekacauan jadi aku harus membereskan beberapa hal sebelum pulang, tidak ada masalah jadi tidak perlu secemas itu.” Steve mencubit pipi istrinya, mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja. “Tunggu sebentar, aku akan menyiapkan makan malam. Suasana hati Jacob sepertinya sedang bagus.”
Sebelum beranjak ke dapur, Steve memamerkan sebungkus daging yang tadi diterimanya. Hanya lima ratus gram dan itu setara dengan dua bulan gajinya, Steve tidak yakin harus merasa senang atau justru sebaliknya.
Baru kali ini dia memasak daging dengan begitu antusias, mulai dari proses marinasi, memanggang sampai tahap plating. Aroma daging tersebut juga benar-benar berbeda dengan daging yang biasa dia beli di swalayan di dekat tempat tinggalnya.
“Kita baru saja menghabiskan dua bulan gajimu seperti itu bukanlah apa-apa,” ucap istrinya dengan nada bercanda.
Besoknya Steve bekerja seperti biasanya, melalui rute yang juga sama seperti hari-hari sebelumnya. Mengingat kejadian kemarin, dia sedikit waspada saat sampai di area yang sama. Benar saja, di seberang jalan sekumpulan orang terlihat sedang memakai kostum binatang. Sayangnya dia tidak sempat melihat bagaimana tanggapan orang-orang itu karena Steve harus fokus mengemudi.
Steve membuka kaca samping lalu mengacungkan jari tengah ke arah mereka. Meski hanya melihat sekilas, dia telah mengenali wajah dari orang-orang itu, karena kebetulan beberapa dari mereka belum mengenakan topeng. Ada beberapa properti seperti spanduk dan lain-lain di dekat mereka, terlihat seperti akan menggelar aksi demonstrasi.
Hari itu dia bisa pulang tepat waktu, tidak ada acara seperti pekerjaan tambahan membersihkan mobil seperti kemarin, begitu juga dengan hari-hari berikutnya.
Suatu hari dia merasa ada sesuatu yang janggal, atasannya bilang jika daging yang saat itu dia bawa dalam keadaan hidup dan meminta Steve untuk sedikit lebih berhati-hati. Dia juga diberikan semacam suntikan dan obat bius untuk berjaga-jaga.
“Mereka ingin daging yang benar-benar segar dan memesan yang seperti ini. Kau cukup mengantarnya ke tempat tujuan seperti biasanya, tidak perlu memusingkan urusan menurunkan muatan, itu urusan mereka,” tegas Jacob.
Steve hanya mengiyakan, meski agak aneh karena Jacob memberikan instruksi seperti saat dia pertama bekerja. Lagi pula, siapa juga yang mau repot-repot mengerjakan sesuatu yang berada di luar tanggung jawabnya. Iya, ada orang-orang seperti itu dan Steve termasuk orang yang terbilang ringan tangan, setidaknya di masa-masa awal dia bekerja.
Beberapa hari berlalu, lagi-lagi dia diminta mengantarkan pesanan serupa. Sayangnya saat itu terjadi sedikit insiden, mobil box yang dibawanya hampir mengalami kecelakaan dengan mobil dari arah berlawanan dan berakhir mengalami benturan dengan pembatas jalan.
“Hmmpphh … mpphh!”
Awalnya Steve mengira jika dia hanya mengalami sedikit masalah pendengaran, tapi suara seperti orang yang mulutnya disumpal itu terus menerus terdengar dari dalam.
Tiba-tiba dia teringat dengan apa yang dikatakan Jacob, bahwa daging yang dia bawa kala itu masih dalam kondisi hidup. Membayangkan apa yang tiba-tiba terlintas di dalam pikirannya membuat Steve frustasi. Sebelum memeriksa isi muatannya, dia membawa mobil ke area yang terbilang sepi.
Jantungnya serasa hampir copot saat dia membuka pintu. Apa yang ada di sana bukan lagi setumpuk kemasan daging dengan berbagai ukuran seperti biasanya, melainkan seorang gadis muda.
“Hmmmpphhh … hmmmpphhh!”
Awalnya Steve berpikiran untuk melepaskannya, tapi hal itu dia urungkan untuk sejenak karena wajah orang di depannya terasa familiar. Tidak salah lagi, itu adalah salah satu dari orang yang mengenakan kostum binatang beberapa hari lalu.
Dia sama sekali tidak menyangka jika tempatnya bekerja justru mendistribusikan sesuatu seperti itu. Steve benar-benar merasa dilema untuk beberapa saat. Jika dia menolong orang di depannya, bukannya tidak mungkin jika nantinya dia justru akan terlibat ke dalam urusan yang merepotkan. Pura-pura tidak tahu, tapi nuraninya masih berada di tempat semestinya.
“Maaf,” ucap Steve dengan nada bersalah lalu menyuntikkan obat bius untuk menenangkan “komoditas” yang dibawanya.
Sayangnya saat kembali ke tempatnya bekerja, dia tidak bisa untuk berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa di depan Jacob selaku atasannya.
“Jadi akhirnya kau tahu sedikit dari wajah asli tempat kita bekerja?” tanya Jacob sambil berbisik tepat di telinganya. “Tidak perlu khawatir, bonus yang kau terima beberapa waktu lalu bukanlah seperti apa yang kau pikirkan. Pulang dan beristirahatlah, aku yakin kau tidak akan seceroboh itu sampai membuat semua ini menjadi rumit!” ancam Jacob.
Sejak saat itu Steve mendapatkan sejumlah tambahan gaji—uang untuk tutup mulut— yang bahkan jauh melebihi gaji pokok miliknya. Dia juga tidak lagi diminta untuk mengantarkan pesanan serupa, setidaknya sampai beberapa bulan. Tepat saat dia sudah sedikit melupakan kejadian traumatis itu, Jacob memberikan obat bius beserta alat suntikan sebelum Steve pergi untuk mengantarkan pesanan seperti biasanya.
Pernah beberapa kali terbesit keinginan untuk resign, tapi dia urungkan karena bisa saja, justru dia akan berakhir menjadi beberapa potong daging segar untuk didistribusikan.
“Ini adalah yang terakhir, sekali ini saja. Terima kasih untuk kerjasamamu selama ini,” ujar Jacob, menjawab gestur protes yang ditunjukkan Steve melalui raut wajahnya.
Tidak ada kendala apa pun dalam pengiriman itu, muatan yang dia bawa juga tampak tenang. Meski frustasi, Steve berusaha untuk tetap tenang sambil memikirkan rencana untuk diam-diam pindah bersama istrinya dari kota tersebut.
Resto berbintang yang bermitra dengan tempatnya bekerja tidak pernah terlihat sama lagi di dalam pandangan Steve, sejak dia mengetahui apa yang sebenarnya dia antar. Dia benar-benar tidak menyangka jika selama setahun terakhir telah tidak terhitung entah berapa kali dirinya keluar masuk di “sarang iblis.”
“Tenanglah, ini adalah yang terakhir,” gumamnya sambil turun dari mobil.
“Iya, ini adalah yang terakhir,” ucap seseorang yang entah siapa, tiba-tiba merangkul pundak Steve.
Belum sempat dia melepaskan tangan orang itu dari pundaknya karena merasa risih, lehernya terasa seperti tertusuk jarum dan perlahan dia merasa mengantuk.
Comments
Post a Comment