Tempat Kecelakaan
Dalam perjalanan pulang sekolah Lala melewati pohon beringin tua. Bebatuan kecil menusuk kaki lewat sela-sela sepatu bolong, karena keluarganya miskin sehingga ia tetap memakai sepatu tersebut. Bau keringat menjadi parfum di balik baju putih birunya. Jaraknya lumayan jauh ia tempuh bersama teman-teman sebayanya.
“La, kamu belum dengar ada berita kemarin?”
“Belum Na”
“Kemarin, ada seorang ayah dan anak gadisnya mengendarai sepeda motor yang kecepatannya rendah sih. Mereka keasyikan bercanda sehingga tidak memperhatikan rambu-rambu lalu lintas. Tiba-tiba, bruugghhh” sambil memukul bahu Lala ia bercerita.
“Aaarghh” Lala kaget sekaligus takut sambil lompat-lompat.
“Kamu sih ah” Lala marah.
“Kalau cerita jangan sambil pukul Na, saya kaget jadinya”.
“Sttt jangan terlalu berisik, itu tanda tempat kecelakaannya”.
Lala terdiam menoleh kiri kanan karena penasaran akan tempat itu. Ia melirik sandal pink yang menggelora hati untuk memilikinya. Tempat itu tidak jauh dari rumah.
Di pertigaan ia berpisah dengan Nana jalan menuju rumahnya.
“Dadah Nana”
“Daaah”
Lala duduk di tempat tidur, mengingat sandal yang ia lirik sambil melepas pakaian seragam serta sepatu bolongnya. Tanpa pikir panjang ia kembali ke tempat kecelakaan. Menoleh kiri kanan di balik pohon jati seperti gelagat orang mencuri, supaya disaat mengambil sandal orang tidak melihatnya karena ia tahu sandal itu adalah milik si gadis kecelakaan yang tertinggal. Pelan-pelan ia ambil. Bulu keruduk berdiri. Namun ia tetap melawan rasa takut. “Slup” ia menyelipkan sandal di kantong kresek berwarna hitam. Lalu ia lari sekencangnya menuju rumah tua; tempat mereka tinggal.
Ngos-ngosan. Ia terduduk di depan halaman rumah. Langkah kecil kakak Nini pulang sekolah terdengar olehnya. ia bergegas menyembunyikan kantong kresek di bawah kolong tempat tidur.
“Siang dek, baru pulang sekolah ngos-ngosan begitu?”
“Iya kakak”
Lala tahu, Kakaknya akan marah apabila mengetahui tentang keberadaan sandal tersebut. Walaupun orangnya telah meninggal akan tetapi ia mengambil barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya. Dan itu pernah diajarkan oleh kedua orangtuanya untuk tidak boleh dilakukannya. Namun ia melanggar.
Setelah makan, Lala menimba air di sumur untuk membantu kakaknya memasak makan malam. Seember air ia sembunyikan mengingat sandal pink belum bersih dari lumpur bercampur darah yang kering.
Canda tawa dalam bingkai keluarga menghiasi santapan makan malam penuh bahagia. Kedua orangtua menceritakan masa kecil mereka yang selalu bertengkar entah memperebutkan pakaikan disaat paskah maupun natal. Tawa kecil, mereka mengenang masa-masa itu. Setelah itu, Lala pura-pura mengerjakan tugas sekolah untuk mengulurkan waktu.
“Kakak duluan tidur yah dek”
“Iya kakak”
Lala tersenyum mengingat sandal yang ia sembunyikan.
Pukul 22:05, ia bangun dari tempat meja belajar. jalan mengendap-endap. Hati-hati ia mengambil kantong kresek di temani lilin menyala. Disaat mencuci sandal ia merasakan ada yang menemaninya, dingin sentuhan dengan tangannya ia rasakan. Namun ia tak menghiraukan sosok misterius itu. Ukuran sandal pink pas banget dengan kakinya.
“Baru kali ini aku merasakan empuknya sandal mahal” ia berbicara sendiri tersenyum puas. Tidak lupa ia sembunyikan lagi setelah ia puas memakainya.
“Terima kasih”. Kata-kata itu mengagetkannya. Ia melihat di sekelilingnya tidak ada seorangpun ia dapat. Dengan tatapan kosong, Gemetaran, kakinya melangkah cepat. Menuju tempat tidur.
Malampun telah berlalu.
Matahari menyapa di balik awan mereka menyambut dengan melakukan aktivitas masing-masing. Kedua orangtua bersiap ke ladang, kakak dan Lala berangkat ke sekolah.
Di sekolah tidak biasanya Lala yang ceria tiba-tiba diam, Tingkahnya aneh, wajahnya pucat. Teman-temannya memperhatikannya dengan kebingungan namun tidak menyapanya.
Pukul 13:30 lonceng berbunyi pertanda KBM telah usai. Seperti yang telah diajarkan oleh orangtuanya saat melewati jalur yang pernah terjadi kecelakaan sebelum acara malam ketiga kita wajib permisi dulu dengan cara kita tidak boleh berisik di tempat tersebut, apalagi ketawa. Namun disaat melewati jalur itu Lala tiba-tiba tertawa. Nana kaget dan lari karena ketakutan.
Di rumah Lala mencari sandal pink. Ia mengingat kalau sandal pink ia sembunyikan di tumpukan kasur yang tidak terpakai. Ia duduk jongkok dibalik kolong meja mencarinya. Ia merasa dibelakangnya ada sosok yang sedang mengikutinya. Tapi karena takut ia hanya terdiam melongo tidak menoleh. Badannya gemetar ketakutan. Sekujur bulu keruduk berdiri. Nafasnya berangsur tidak beraturan.
“La” Kakak Nini tiba-tiba memegang bahu Lala.
“Aaarghhh, brugh, ah kepalaku” Lala berteriak dan kepalanya terbentur di sudut meja karena Takut dan gelisah yang menghantuinya.
“Ini kakak dek” “mengapa kamu seperti mencari sesuatu?”
“Aduh kakak, emh, saya, saya, saya, eh ada tikus tadi kakak di bawah kolong meja, aku cari untuk membunuhnya. Karena gara-gara dia buku matematikaku robek kak” ia mencari alasan supaya kakaknya tidak mencurigainya.
“Oh, lain kali hati-hatilah dek! Itu kepalamu benjol jadinya”
“Iya kak”
Pukul 19:05 sekeluarga berkumpul untuk makan malam. Malam itu adalah malam kedua sandal jepit pink berada di rumah tua itu.
Lalapun tidak mengetahui keberadaan sandal pink. Di tempat tidur Lala berbaring tidak nyaman memikirkan sandal jepit pink. Tepat pukul 22:00 ia mendengar bunyi kantong kresek. Sepertinya ada seseorang yang sedang bermain dibawah kolong tempat tidur. Rasa penasarannya semakin menjadi-jadi. Ia menjulurkan kepala disudut tempat tidur mengintip ke dalam kegelapan kolong tempat tidur. Tidak lupa ia bawakan lampu pelita di tangannya.
“Hah, kok sandal pink tiba-tiba disitu?”
“Atau aku lupa, simpannya di mana tadi?” ia menyalahkan diri sendiri akan keberadaan sandal tersebut.
Warna pink, rasa empuk yang memikat hatinya untuk memakai sandal itu. “Ssllupp” ia memakai sandal itu.
“Eeeee, eeem, eeeee” tiba-tiba ia mendengar tangisan kecil. Bahunya dingin seperti tangan kecil memegangnya. Ia terdiam. matanya melotot. Tubuhnya kaku kedinginan. Enggan untuk brgerak.
Mata bukan melihat Adiknya terdiam. “Lala” kakak memanggilnya kebingungan
“Lala, kenapa kamu berdiri terdiam disitu?” Suara aneh terdengar, bulu keruduk berdiri.
“Kau jangan bikin aku takut dek” kakak mulai penasaran akan Adeknya itu. Namun, ia tidak tahu arwah sandal jepitlah yang membuat Adeknya terdiam dingin.
Ia berdiri pelan. Berjalan menyamping melihat Adeknya. Dengan teliti ia melihat dari sisi depan. “Hah, argahh ibuuu” mata melotot, mulut menganga sambil teriak histeris ia memanggil ibunya.
“Ada apa nak?”. ayah ibunya panik dan terbangun lalu berjalan menuju kamar kedua anaknya.
Wajah putih pucat. Mata melotot. Hidung berdarah. Tubuh kaku kedinginan. Itulah yang sedang terjadi pada Lala.
Selain kaget kedua orangtuanya kebingungan. “Tolonggg, tolong anak sayaaa” ibu Lala berteriak histeris memanggil tetangga setempat. Tetangga terbangunkan oleh teriakan ibu Lala.
“Ada apa di rumah ibu Nini?”
“Ayo, coba kita pergi melihatnya!”
“Ayo”
Beberapa tetangga berjalan menuju rumah ibu Nini.
Lala tertawa “heehihi, kembalikan sandalku”.
Tetangga juga keluarga Nini bingung akan sandal yang dimaksudkan olehnya.
“Sandal?”
“Sandal yang mana?”
Tanya ayah Nini juga beberapa tetangga.
“Itu, sandal pink yang dipakaikan oleh Lala ma” kata Nini
“Nak, sandal dari mana itu?”
Tetangga berbisik dengan temannya “bukannya kita tidak boleh mengambil barang seseorang yang telah meninggal? Apalagi ia belum dilakukan acara adat 3 malam?”
“Oh sandal gadis yang kecelakaan itu?”
“Mungkin itu yang dimaksudkan olehnya”
Ayah Nini berusaha untuk mencopot sandal pink itu dengan bantuan beberapa tetangga. Sandal pun tercopot.
Lala pingsan setelah diganggu oleh roh tersebut.
Anehnya darah di hidung tiba-tiba hilang semuanya kembali normal setelah sandal jepit pink dikembalikan pada tempat kecelakaan.
Selesai.
Comments
Post a Comment