Johan Bin Berahim
Ingat-ingatlah mereka; pertama, Johan bin Berahim. Kedua, tokoh saya. Ketiga, Anda. Seterusnya, kita—yang kadang termasuk Anda dan tokoh saya, atau hanya satu dari keduanya—pun Nyonya Kessler, tukang penatu. Sebelum membaca ini, silakan anda mengenal Nyonya Kessler terlebih dahulu. Namun bila mungkin pernah membacanya sebagai puisi postmortem masyhur dari Spoon River, maka kita sepakat bahwa Johan bin Berahim semirip Nyonya Kessler, karena mereka punya urusan dengan pekerjaan domestik orang-orang, dan bahwa Johan bin Berahim yang jauh lebih mahir menangani kekacauan yang tidak melibatkan tirai, popok kain, atau bahkan saputangan, tak semirip Nyonya Kessler, karena ia dibicarakan seratus enam tahun kemudian.
Ia datang ke kompleks penyewaan kamar ini tiap pukul sepuluh pagi, lengkap dengan topi aneh dan decit-decit sepatu karet. Ia selalu memarkir motor roda tiganya dekat tiang listrik. Bila pintu bak motor itu berderak, artinya Johan bin Berahim sedang dalam putaran mengumpulkan sampah. Johan bin Berahim masih muda dan penuh energi. Napasnya stabil, tubuhnya ramping berotot. Jelas tak beraroma sabun cuci sebagaimana Nyonya Kessler. Ia lajang dan sama sekali tidak paham soal kehidupan pernikahan, berbeda dengan Nyonya Kessler yang senang berbicara tentang suaminya, Johan hanya bisa berbicara tentang ibunya. Ia tidak peduli pada perubahan dan keramahtamahan, jadi bila anda hendak bertanya hal remeh belaka, ia cenderung pura-pura tak dengar.
Tokoh saya adalah seorang penerjemah buku asing dan sudah tinggal di salah satu kamar selama lima bulan terakhir, bersama istri dan anak tirinya. Saya bertemu dengan Johan bin Berahim setiap hari. Tapi saya merasa ketidakpedulian Johan dilandasi kebencian pribadinya terhadap saya. Pernah ada insiden memalukan terkait barang pribadi yang hilang, yang mengingatkan kita pada Nyonya Kessler, kecuali dengan tuduhan dan rasa malu yang tak kunjung surut; saya tak bisa menemukan celana dalam berharganya yang mungkin secara tak sengaja terbuang dan diambil oleh Johan bin Berahim. Saya tipe orang yang langsung mengambil keputusan tanpa berpikir panjang, jadi saya setuju dengan anda bahwa celana dalam itu mungkin saja sebenarnya ada di laci saya sendiri atau mungkin saya menaruhnya di tempat yang tak seharusnya. Tapi saya bukan sekedar pelengkap dalam kisah ini. Walaupun saya tak ingin mengakuinya, atau jika keteledoran acak saya membuat saya menuding Johan bin Berahim, saya tetap ditambahkan sudut pandangnya dalam cerita ini.
Anda … Anda bisa menjadi apa saja sebagaimana duduknya pembaca pandai yang budiman. Tapi sebelum Anda terjun terlalu dalam, ada satu hal yang perlu diingat: jika Anda sedang mencari pelajaran hidup yang dalam tentang usia tiga puluh, lebih baik tinggalkan halaman ini. Kembali lagi nanti tanpa memberi saran kepada siapa pun. Namun bila Anda akrab pada penasaran, sekalipun biasanya membebaskan hasrat itu dengan mengetahui dosa-dosa orang lain, maka mari duduk-duduk secara akrab sebagaimana manusia pandai yang memecahkan masalah kriminal sambil mengunyah permen karet.
Mari kita kembali ke Johan bin Berahim.
Johan bin Berahim adalah pengumpul sampah yang teliti; ia tidak akan melewatkan satu botol bir pun yang tertinggal di depan pintu seseorang, sisa makanan yang menunjukkan perbedaan kelas, pembalut menstruasi yang penuh darah dan belum dicuci, tikus gepeng di area parkir, atau benda-benda bacin yang bersembunyi di bawah jendela seperti bekas lipstik atau air mani di koran-koran bekas. Ia tidak membiarkan apa pun lolos dari pengamatannya. Ia tidak pernah berpaling dari penemuan-penemuan yang kotor dan membusuk, bahkan jika itu hanya diketahui oleh pemilik sampah dan Tuhan-nya.
Bagi Johan bin Berahim, rahasia orang lain jelas bukan urusannya. Ia tidak mempertanyakan asal benda-benda yang sudah dibuang atau bagaimana mereka menjadi tak berguna. Nah, Anda mungkin memiliki perspektif yang berbeda sekarang. Misalnya, diamnya Johan bin Berahim bukan karena ia tidak menyukai saya. Ia hanya tak peduli, kecuali pada sampah-sampah. Kita sering berpikir bahwa diamnya itu adalah cara untuk menghindari pertanyaan tentang barang yang hilang. Tapi kenyataannya, Johan bin Berahim selalu mengembalikan barang berharga yang ia temukan. Jika barang itu tidak ada di tangannya, tentu ia berterus terang.
Johan bin Berahim tak pernah sibuk mempelajari rahasia orang lain; suatu kali, saya menyaksikan sepasang kekasih bertengkar hebat di salah satu kamar. Mereka saling melempar barang. Saat itulah Johan bin Berahim tiba, dengan santainya mengumpulkan kantong-kantong sampah tanpa berpikir dua kali. Hal yang sama terjadi ketika polisi mencoba menerobos masuk ke sebuah kamar untuk mengejar residivis kekerasan seksual. Johan bin Berahim tetap fokus pada tugasnya, tidak terganggu oleh kekacauan di sekelilingnya. Ia tampaknya tidak takut mati, bahkan ketika aksi tembak-menembak berlangsung tepat di depan biji matanya. Dan cerita tentang penghisap candu di kamar sebelahku bisa menjadi pelengkap—penyewa itu menemukan kebebasan dalam membuang sisa-sisa ritualnya.
Kini Anda sepenuhnya menyetujui gagasan ini : semua orang punya rahasia dan Johan bin Berahim berkemampuan memegang rahasia semua orang. Namun Johan bin Berahim tak sadar memiliki kewenangan sejauh itu. Johan bin Berahim mencerminkan Nyonya Kessler dalam hal pekerjaannya. Beban dosa manusia menyerupai tumpukan cucian kotor yang sangat membutuhkan pembersihan. Para penghuni kamar sewa ini memahaminya dan menganggap Johan sebagai bagian lain dari pemandangan—seperti debu yang menumpuk di bawah ranjang, lipatan di dada seorang perempuan, topi seorang pria tua, bebatuan yang tersebar di taman, dan sudut-sudut gelap yang terlupakan di gudang, tempat barang-barang tak terucap tersimpan, benda-benda yang tidak benar-benar bisa dibersihkan.
Johan bin Berahim telah menghilang selama sebulan sekarang. Saya masih bisa membayangkan pagi terakhirnya dengan jelas; saya melihatnya datang terlambat. Sosoknya tampak membungkuk di dekat gerbang masuk, gemetar tak terkendali. Di sampingnya tergeletak kantong sampah besar. Ia tetap di sana untuk waktu yang lama, seolah ada sesuatu di dalam dirinya yang berusaha untuk berbicara. Saya tak bisa memastikan apakah Johan masih dalam proses mengumpulkan sampah, atau sudah selesai. Tapi yang mengejutkan adalah tatapannya ke arah kamar-kamar sewa. Intensitas matanya penuh kehati-hatian, dan itu cukup bagi saya untuk menjaga jarak.
Begitulah saya mengulanginya, dalam pernyataannya di hadapan pihak berwenang. Saya mengatakan bahwa Johan bin Berahim terlihat berdosa, meski saya tak tahu pasti apa isi kantung itu dan kemana Johan bin Berahim membawanya. Kurangnya pemahaman tokoh saya tak membantu siapa pun dalam memahami Johan bin Berahim. Tidak petugas keamanan, tidak penghuni kamar-kamar, tidak Anda sendiri, yang pastinya juga ada di sini untuk memahami pekerjaannya, sebelum Anda mengambil alih tugas Johan bin Berahim dalam mengumpulkan sisa-sisa yang telah kami buang.
Mengapa Johan bin Berahim melihat gedung sewa ini dengan kekhawatiran seperti itu? Apakah benar ada mayat yang disimpan dalam kantong sampah itu? Apakah karena Johan, yang selalu mengembalikan barang-barang yang hilang milik orang ketika ia menemukannya, tiba-tiba memutuskan bahwa satu hal ini tidak perlu dikembalikan? Johan menghilang di hari yang sama ketika anak tiri saya, bocah usia tujuh tahun, hilang dari kamar keluarga mereka di lantai atas, nomor tujuh. Beberapa orang mengatakan Johan menculiknya, tetapi ada yang berpikir ia hanya korban lain dalam kekacauan ini.
Johan bin Berahim mirip Nyonya Kessler dalam beberapa hal, tetapi tidak sepenuhnya. Dia juga tidak seperti tokoh saya, yang, selama interogasi, bisa mengatakan bahwa beberapa orang terlahir untuk menjadi masalah. Seolah-olah Johan bin Berahim tak akan pernah lunas membersihkan segalanya. Atau masihkah cocok bila kita menyandingkannya bulat-bulat, seakan kita semua pernah membaca kesaksian Nyonya Kessler saat hidup, alih-alih sebagai salah satu nama dari ratusan puisi postmortem ratusan tahun lalu itu?
Johan bin Berahim memiliki rahasianya sendiri, seperti Anda dan saya. Semua orang memiliki hal-hal yang mereka sembunyikan yang tidak masuk dalam cerita ini. Anda bisa menanyakannya sendiri jika Anda cukup beruntung menemukannya hidup-hidup. Tetapi jika kebetulan anda menemukan Johan dalam keadaan meninggal, dan ada karakter baru dengan perspektif segar, seseorang yang tidak kita kenal yang mencatat catatan tentang cerita Johan— seperti, bahwa dalam setiap urusan kotor, selalu ada orang lain yang memegang fungsinya sebagai tukang bersih-bersih—maka, tolong, lakukan satu kebaikan untuk saya. Sampaikan permohonan maafnya kepada Johan. Johan bin Berahim. Syukurlah ia pernah ada.
Comments
Post a Comment