Posts

Showing posts from May, 2025

Minggu malam ini kami bertolak dari surabaya menuju kota jember, seperti biasa, kami akan merenovasi sebuah bangunan yang nantinya akan dibuat sebagai toko ban motor, cuma yang tidak biasa kali ini aku bersama dengan 7 orang temanku yang nantinya sebagian bertugas sebagai tukang bangunan, dan aku sendiri bagian untuk instalasi listriknya. Sampai tujuan masih sangat dinihari, dan kami memutuskan beristirahat di musolla sebuah pom bensin tak jauh dari lokasi pekerjaan untuk sekedar melapas lelah di perjalanan tadi. “Ya alloh ya tuhanku” batinku saat aku sampai di tujuan dan melihat keadaan bangunan itu, bangunan itu sudah sangat tua, lapuk sana sini, daun pintu dan jendela pun sudah banyak yang copot, belum lagi tembok yang mengelupas dan hampir semua dipenuhi lumut dan genting dan plafon juga sudah banyak yang ambrol, kesan seram dan horor sangat terasa di rumah ini, ibaratnya dilewati tikus aja bangunan rumah ini akan rubuh.

 Begitu aku dan team masuk, keadaan di dalam bangunan cukup memberi sambutan ke bulu kudukku, seketika tengkukku meremang, dingin , udara lembab, pengap, itu yang aku rasakan, tak kalah seram dengan kondisi di luar bangunan, ada 5 kamar di bangunan ini, 3 di depan dan 2 di belakang termasuk untuk dapur, dan terdapat pekarangan kecil di depan dapur yang sangat rimbun semak belukar dan kamar mandi terpisah dari rumah utama, dan terdapat juga sumur tua disitu. Segera kami mencari kamar yang agak layak dan kami bersihkan untuk tempat istirahat selama bekerja disini, dan untuk menampung peralatan kerja yang kami bawa dari surabaya, dan sebagian teman lain berbagi tugas membersihkan kamar mandi. Tiba malam hari entah kenapa hampir jam 12 malam mataku terus saja tidak bisa aku pejamkan, kutoleh satu persatu temanku, semua sudah nyenyak ditelan empuknya bantal, wajar, mereka capek seharian ini, pandanganku kali ini tertuju ke pintu kamar yang terbuka lebar dan tanpa penghalang apapun, mem...

Dering Ponsel

  Drt … Drt … Drt … Suara itu. Entah bagaimana caranya namun mampu membuat diriku terjaga. Sembari menahan kantuk, aku beranjak dari kasur empukku menuju toilet yang berada di dalam kamarku. Berniat untuk mencuci muka agar lebih segar. Entah sudah berapa kali - mungkin 10 kali - aku terbangun hanya gara-gara suara dering ponsel. Itu memang dari ponselku namun, aku yakin tak ada orang yang kurang kerjaan menghubungi orang lain di waktu dini hari begini. Waktu itu, pertama kalinya aku mendengar dering ponsel dan menerima panggilan saat dini hari seperti ini hanya ada suara hembusan angin. Anehnya suara angin tersebut mampu membuat bulu kuduk merinding. Yang lebih aneh lagi, nomor yang menghubungiku -menelponku- adalah nomorku sendiri. Nomor yang lama. Bagaimana itu bisa terjadi? Memikirkannya membuatku pusing. Setelah mencuci muka, aku kembali berbaring di kasur. Mencoba memejamkan mata, namun tak bisa. Mungkin karena aku habis mencuci muka. Insomniaku datang lagi. Lalu apa yang haru...

Aku Ada Di Dalam Karung

  Siang itu para siswa menikmati jam istirahat dengan senangnya, ada yang ke kantin, ada yang ke lapangan dan ada juga yang ngapel ke kelas pacarnya namun tidak denganku. Aku masih saja tertegun menatap secarik kertas yang diberikan Selli kemarin malam. Kemarin malam tak begitu dingin namun sepi nan mencekam, seakan ada seorang tamu yang akan datang namun firasatku tak enak. Firasatku benar, Selly datang ke rumahku dengan muka pucat dan diam membisu. “Selly? Udah lama nggak bertemu, ayo masuk” ucapku saat bertemu dengannya namun ia tetap diam di depanku. “Sel, kamu kenapa? Masuklah, nanti kubuatkan mi soto kesukaanmu” ucapku namun ia tetap masih saja membisu. “Sebentar ya Sel, aku kubuatkan teh hangat dulu buatmu” ucapku dan sek!!! Tangan Selly menggenggam tanganku seakan tak mengijinkanku beranjak dari situ, kemudian ia merogoh saku di bajunya dan memberikan secarik kertas padaku. Kubuka kertas itu isinya “AMBIL KARUNG DI POHON DEKAT CURUG” “Ambil karung apa ini Sel?” tanyaku na...

Temanku Tak Terlihat

  Ayu , Si Anak Lucu “Aduh, lucu banget anaknya”, “Sini yuk gendong Tante ” Jika aku bisa berteriak tidak, tentu aku sudah melakukannya saat itu. Tetapi aku tidak sampai hati mengucapkannya. Terbawalah aku kesana-kemari.. Ya, mereka itu teman-teman orangtuaku. Seperti dugaan kalian, aku satu-satunya anak kecil di komplek ini. Tidak ada teman sebaya, anak-anak lainnya berumur 5-7 tahun diatasku. Bukan hanya karena aku berumur paling muda, kerap kali aku memakai pakaian yang super menggemaskan. Kupluk bulu-bulu dengan boneka beruang kecil di tengahnya yang berwarna coklat muda, tak ketinggalan setelan baju dengan motif serupa dan sepatu boots yang berbunyi “ciit-ciit” bila dipijakkan ke tanah. Selain menonton kartun favorit di televisi, aku suka diajak jalan dengan kedua orangtuaku. Menyusuri komplek perumahan yang sejuk dan rindang akan pepohonan, denganku yang duduk diatas sepeda imut warna pink dan tidak jarang selalu dihentikan oleh tetangga komplek. Ah padahal aku ingin sekali s...

Hantu Di Kebun Tebu

 Ini cerita masa kecilku ketika desaku masih gelap gulita, belum teraliri listrik. Kira-kira tahun 1980-an . Seingatku aku masih kelas 5 SD. Jalanan desa gelap. Hanya beberapa rumah saja yang mau memasang oncor di depan rumah, biasanya di pagar bambu untuk menerangi jalan kampung. Sementara di teras sebagian besar rumah juga dipasangi lampu minyak kecil yang ada penutup kacanya atau semprong. Kami menyebut lampu kecil itu oblek. Juga di rumahku. Kehidupan di desa saat itu sangat sederhana dan minim hiburan. Saat itu televisi sudah ada namun hanya sedikit sekali orang yang punya. Pesawat televisi masih termasuk barang mewah kala itu. Itu pun masih televisi hitam putih. Belum ada yang punya televisi berwarna seperti di zaman sekarang. Siaran televisi hanya TVRI . Belum ada televisi swasta. Siaran televisi pemerintah itu pun dimulai pukul 17.00 dan berakhir hanya sampai pukul 24.00 WIB. Seingatku begitu pula siaran radio. Tapi radio swasta sudah banyak selain RRI. “Nanti malam ada lud...

Nenek Penjaga Sawah

 Sore itu, Naura mengendarai pelan sepeda motornya sembari memandangi sawah yang berada di kanan kiri jalan sempit menuju rumahnya. Rumah keluarga Naura, tepat berada di tengah antara 2 dusun yang terhubung, dan tidak ada tetangga sama sekali disekitar rumah mereka. Dari kejauhan nampak seorang nenek berjalan membelakangi Naura . Jarak mereka kurang lebih sekitar 100 meter. Nenek itu berpakaian adat Jawa jaman dulu, dengan (jarit) kain batik lusuh dan kebaya yang motifnya tidak begitu jelas. Namun nampak jelas rambutnya yang putih dan panjangnya sebahu itu terurai. Saat Naura akan memasuki halaman rumahnya, ia masih memandangi nenek itu dengan raut wajah penasaran. Di benaknya terpikir bahwa nenek itu adalah tetangganya yang jarang ia lihat. Lantas, ia menanyakannya kepada sang ayah yang sedang membersihkan rumput liar di halaman. “Ayah, siapakah nenek yang baru saja lewat tadi?” Tanya Naura sambil terus memandang ke arah nenek itu berjalan. “Nenek yang mana nak? Ayah tidak meliha...

Kesalahan Terbesar

  Bergeming seraya menatap butiran butiran pasir yang semakin meluruh kebawah. Deburan ombak menyisir pantai. Semilir angin semakin menyapu helai helai rambut. Langit berjelaga nampak indah dengan senja miliknya. Aku menapaki bibir pasir pantai seorang diri. Perasaan yang memudar membiarkan hati perlahan terkikis. Tawa mengiris dengan tiap tangis. Menghiasi luka yang tidak pernah kering. Sakit sudah pasti. Terlihat dari tatapan mata indah itu. Sendu, sayu. Satu tak lepas dari bibir, yaitu senyummu. Mengapa? Mengapa? Ini curang. Pihak satu mencoba menutupi luka sedangkan pihak yang lain begitu tak mengerti. Sedih pun menjelma. Tak ada yang tahu menahu. Diam memang lebih baik. Sesak pun semakin merebak. Tak pelak air mata pun datang mengiringi. Hadir dalam tiap luka yang menggores semakin dalam. Aku tahu, aku tahu. Itu sakit. Biarkanlah. Biarkanlah sakit itu terobati dengan sendirinya. Tidak ada konsep patah hati. Hati tak bisa patah. Sebenarnya, hati adalah organ lunak yang memili...

Ma… Ada Tamu

  Andi itulah Namanya, tinggal di sebuah desa kecil yang jauh dari keramaian kota. Andi adalah anak hasil pernikahan antara dani (ayah) dan ani (ibu) juga merupakan anak pertama mereka yang masih berusia lima tahun. Singkat cerita begini.. untuk tetap menyambung kelangsungan hidup mereka ayah dan ibu andi terpaksa harus bekerja keduanya. Sang ayah yang harus pergi ke kota dan pulang seminggu sekali dan ibu yang setiap harinya harus berkeliling ke tiap-tiap desa sembari membawa tumpukan roti basah di samping pinggulnya. last to the point. Pada suatu malam yang tepatnya sekitar pukul 20:00 wib andi yang pada saat itu masih belum tidur, dia sedang bermain di ruang tamu dan tak lama setelah itu andi mendengar suara ketukan pintu. “tok, Tok, tok”. Andi menoleh ke pintu dan berjalan menuju pintu untuk membuka pintu tersebut. “Keerrekkkk” pintu pun di buka oleh andi. Ternyata ada sesorang yang mengetuk pintu rumah andi tersebut. Andi bertanya pada orang tersebut “cari siapa pak?” tamu i...

Itu Bukan Gue

  Sore hari menjelang magrib suasana di kampus serasa sangat dingin karena siang hari hujan sangat lebat dan mengguyur seantero universitas. Di pojok paling jauh terlihat sebuah gedung tua yang merupakan sebuah fakultas di kampus ini, tembok-tembok yang mulai berlumut, semak belukar yang menjalar dari atas gedung sampai ke setengah bangunan hingga gedung itu terlihat begitu suram. Di depan pintu gedung itu terlihat dua orang mahasiswi yang sedang bercakap cakap. “Kemarin gue lihat lo di perpus sendirian, meg, ngapain lu, yang lain kan sudah pada selesai bimbingan?” Tanya tresya usai dari kantin dan hendak kembali ke ruang kelas. “Emang iya? Bukannya lo tegur” Mega tidak mengingatnya, ‘apakah memang iya aku sendirian di perpus? Ah, mungkin saat aku mengerjakan proposal skripsi’. Katanya dalam hati. “Lo sibuk gitu” Percakapan mereka berdua berakhir sampai di situ, karena Mega hendak ke kelas menemui teman-temannya Setelah sampai di ruang kelas, Mega menemui teman-temannya yang lain...

Perempuan di Bangunan Kampus

  Siang itu setelah dosen keluar dari kelas rasanya lega banget. Seakan semua beban hilang begitu saja. Ya entah itu beban pikiran, beban perasaan, beban laper karena dari pagi gak sarapan, yah pokoknya semua beban seakan sirna. Berhubung sudah waktunya istirahat, aku pun memutuskan untuk cabut aja dari kelas buat beli makan di kantin. Kupungut buku-buku dan beberapa alat tulis yang berserakan diatas mejaku, memasukkannya kedalam tas kemudian beranjak keluar dari sana. Oh ya, kelasku ini terletak di lantai tiga, sementara kantinnya ada di lantai satu, jadi butuh sebuah effort untuk menuju kesana haha. Mana lift yang biasa dipake sama anak-anak lagi dalam masa perbaikan pula. Kesel sih sebenernya harus naik turun tangga, tapi ya mau gimana lagi? Demi mengganjal perut yang kosong, daripada entar pingsan di kelas kan malah berabe. Melewati teras-teras kelas, tak jarang aku berpapasan dengan beberapa mahasiswa senior. Iya, kating istilahnya. Ya sebagaimana mestinya kalo kita gak seng...

Book of Nina Diary

  Hari kamis telah tiba, seperti biasa malam ini kita akan menelusuri suatu rumah kosong yang terkenal cukup angker di pinggir kota. “Bella, Tiara, seperti biasa nanti malam kita menelusuri rumah angker di pinggir kota. kata Vanya. “Siap.” sahut bella dan tiara. Malam pun tiba, mereka sampai di rumah tersebut. Satu per satu mereka telusuri kamar yang berada di rumah tersebut. Pada akhirnya, mereka sampai di kamar Nina , Nina adalah salah satu anak dari pemilik rumah ini. rumah ini tidak ditempati karena ada kasus pembunuhan Nina, yang pada saat itu dibunuh di kamarnya. Namun sayangnya, belum diketahui pelaku atas pembunuhan Nina. Saat memasuki kamar Nina, Mata Vanya tertuju pada sebuah buku yang bertuliskan “Nina Diary”. Lalu Vanya mengambil buku itu dan berkata “Nina Diary, kisah tentang Nina mungkin semuanya ada disini.” Satu per satu halaman tersebut dibuka, namun belum dibaca, sampai pada akhirnya ia melihat tulisan di akhir halaman buku itu. Tulisan tersebut adalah “Jangan am...

Sebab Sekarung Sampah

Tangannya yang kurus mulai memunguti ceceran plastik dengan telaten . Mata elangnya tidak membiarkan satu sampah pun terlepas. Sudah menjadi keseharian Sekar untuk mengumpulkan sampah-sampah itu. Walaupun hari ini Sekar sudah membersihkan semua sampah sampai tak tersisa, besok halaman rumahnya pasti akan penuh lagi oleh warna-warni sampah plastik. Bukan berarti Sekar senang melakukan ini. Setiap harinya, Sekar mengutuk para manusia yang dengan entengnya membuang plastik begitu saja tanpa memilahnya. Mereka bahkan tidak pikir pusing dengan akibat dari plastik yang mereka hamburkan. Contohnya seperti kampung Sekar saat ini, penuh dengan warna-warni sampah di setiap sudutnya. Gunung-gunung sampah yang menjulang itu belum menghiasi pemandangan. Mata air masih mengalirkan air besih lagi jernih. Tanah belum tercemar gerlapan plastik. Tidak ada karung-karung berisi sampah yang memenuhi pakarangan rumah. Begitulah kiranya keadaan kampung Sekar 6 bulan yang lalu. Sekarang, rumah-rumah warga te...

Di Bawah Cahaya Bulan

 Sore ini, langit terlihat indah, burung burung terbang kesana kemari, daun daun beterbangan ditimpa angin senja. Aku baru saja pulang dari kampus tempatku kuliah. Tapi hari ini aku akan mampir ke taman terlebih dahulu. Karena hari ini adalah hari yang cukup melelahkan menurutku. Aku memutuskan duduk di bangku dekat air mancur. Tiba tiba ponsel di sakuku bergetar, tanda panggilan masuk. Ternyata dari Mada, teman sekamar kostku “Hei kenapa kau belum pulang?” Mada bertanya lewat telepon. “Bentar aku masih capek, ini lagi di taman balai kota” jawabku. “Jangan sampai telat, acaranya mau mulai, nanti Bu Gendut marah gimana?” Mada mengingatkan. “Iya bentar lagi” Aku menutup telepon. Sebenarnya, hari ini putri Ibu Gendut-eh Ibu Kost berulang tahun. Ya, Bu Kost kalau marah memang menyeramkan sekali. Sesekali kami dihukum menyikat toilet selama satu minggu. Tapi jika moodnya sedang bagus, dia bisa mendadak perhatian kepada kami. Hhh aku masih ingin disini sambil menikmati senja yang indah...

Jam Berdentang

 Kira-kira satu bulan yang lalu Ayahku membawa sebuah jam bandul seukuran lemari ke ruang tamu lalu dia menceritakan kepada kami bahwa jam tersebut dibelinya dari seorang kakek-kakek yang hidup sebatang kara, kakek-kakek itu menjual jam bandul tersebut karena sangat membutuhkan uang kemudian Ayahku membeli jam bekas tersebut seharga 600 ribu. Disaat kami sedang makan malam bersama tiba-tiba jam tersebut berdentang namun anehnya jam tersebut berdentang tidak sesuai dengan waktu yang ditunjukan karena pada saat itu waktu menunjukan Pukul 08:00 namun jam tersebut hanya berdentang sebanyak dua kali, lalu aku pun merasa bahwa jam tersebut telah rusak, karena yang aku ingat ketika sore jam tersebut masih berdentang dengan jumlah normal. Kemudian aku menyarankan kepada Ayahku untuk menjual jam tersebut atau membuangnya, akan tetapi Ayahku tidak setuju dengan saranku kemudian dia berpesan kepada kami bahwa jangan pernah menjual ataupun membuang jam tersebut bahkan ketika dia sudah tidak ...