Posts

Showing posts from June, 2025

Logam Hitam

Image
  Sudah satu bulan sejak Bos Lali memerintahkanku untuk menjadi mata-mata Jalu, pencuri itu, di desa yang tak begitu banyak penghuni ini. “Target kau nanti adalah seorang pria berusia tiga puluh tahunan, dia mengaku bekerja menjadi petani. Tapi entahlah, coba kau cari tahu sendiri.” Titah Bos Lali sebelum mengirimku pergi. Saat pertama menginjakkan kaki di desa ini, aku berpura-pura menjadi  seseorang yang gagal hidup di kota . Menjadi luntang-lantung, berbaju kumuh, dengan alas kaki sandal jepit berwarna merah menyala. “Oalah, iya, silakan saja kalau memang bapak ingin tinggal di desa ini. Kalau soal bertani, nanti saya antarkan ke rumah Kepala Tani. Dia yang biasa membagi tugas para petani di sini,” kata Kepala Desa, setelah aku mencoba menceritakan secara dramatis tentang alasanku datang ke desa ini. Beruntung! Aku sungguh beruntung. Betapa senangnya aku, tak perlu lama-lama mencari, aku langsung bertemu target yang dicari. Kepala Tani yang dimaksud itu adalah Jalu, pria y...

Mencari Gelas

Image
  Aku masih menerka-nerka , di mana sebenarnya kau sembunyikan selusin gelas itu. Di kolong ranjang, tidak ada. Begitu pula pada laci di bawah televisi. Bahkan, di lemari tempat dulu kau simpan pakaianmu pun, tetap tak kutemukan. Kuseka keringat di dahi. Ternyata, pencarian ini cukup melelahkan. Jadi di mana? Tanyaku menatapmu yang masih saja diam. Kau tak menjawab. Jangan begitu. Maaf. Tapi aku benar-benar harus membongkar pintu lemarimu. Aku lupa di mana kau simpan kuncinya. Tak ada suara lain selain bunyi jarum jam yang berputar. Sebenarnya, aku sangat  ingin memujimu cantik dalam balutan gaun putih itu . Namun, kurasa waktunya kurang tepat. Baiklah, ujarku sambil bangkit. Aku tanya dispenser saja. Aku sempatkan melirikmu. Kau tidak tersenyum. Hei, kau tahu di mana dia menyimpan gelas? Bisikku pada dispenser. Ayolah, aku butuh itu untuk minum. Untuk mengeluarkan air dalam dirimu. Galon hanya bergemuruh. Aku berdiri dan menatapmu. Kuangkat kedua bahuku sambil tersenyum. Kau ...

Gandasturi

Image
  Gandasturi baru mengalami haid pertama, tetapi ia segan memberi tahu keluarganya perihal kondisi yang ia alami. Maka Gandasturi, yang berusia sebelas tahun, mengajak Wiwin, adik tirinya, bolos mengaji. “Kamu juga bakal  ngalamin , nanti, diawali dengan rasa sakit di perut, lelah lalu akan muncul darah merah cerah,” kata Gandasturi pada Wiwin setelah mereka melangkah agak jauh dari rumah. “Laki-laki juga  ngalamin , Teh?” tanya Wiwin , yang berjalan di samping Gandasturi sambil mendekap mukena dan sajadah di dada. “Tidak, cuma perempuan yang bisa datang bulan.” “Kenapa cuma perempuan?” “Karena perempuan dan laki-laki berbeda,” ujar Gandasturi yang merasa sakit kepala sejak tiga hari lalu. “Nanti tanya pada gurumu di SMP,” kata Gandasturi sebelum Wiwin bertanya kenapa  laki-laki dan perempuan berbeda . “Mengapa laki-laki dan perempuan tidak sama?” “Kamu masih kelas tiga SD. Nanti saja bertanya kalau sudah SMP. Kamu mau ‘kan masuk SMP,” Wiwin, seraya membetulkan posi...

Testimoni

Image
  Hari ini,  Lukisan 13 Api  terpajang di ruang utama Galeri Nasional. Lukisan berukuran 1,5 x 2 meter itu hanya dipenuhi lukisan api yang tengah membara. Ada 13 puncak api yang nampak berkelindan satu dengan lainnya. Sekilas sama, namun siapa pun yang melihat dari dekat akan menemukan perbedaan di setiap apinya. Di balik api-api membara itu samar-samar terlihat obyek-obyek yang hancur: sebuah rumah, seorang anak kecil, kursi berkaki patah, jam dinding tanpa jarum, dan lainnya. Tak hanya itu, piguranya pun dibuat seakan-akan menjadi bagian dari lukisan, dengan kayu-kayu yang sebagian menghitam akibat terbakar, dan sebagian lainnya  masih menyalakan percik api ! Pelukis lukisan itu: Satro Geni, yang di sepanjang hidupnya hanya melukis api, dan berikut adalah testimoni yang ada dalam katalog yang berhasil dirangkum panitia dari beberapa orang yang dianggap memiliki hubungan dekat dengan pelukis: Amanda Sardie, wartawan senior Sudah beberapa kali saya menonton pameran ...

Johan Bin Berahim

Image
  Ingat-ingatlah mereka; pertama, Johan bin Berahim . Kedua, tokoh saya. Ketiga, Anda. Seterusnya, kita—yang kadang termasuk Anda dan tokoh saya, atau hanya satu dari keduanya—pun Nyonya Kessler, tukang penatu. Sebelum membaca ini, silakan anda mengenal Nyonya Kessler terlebih dahulu. Namun bila mungkin pernah membacanya sebagai puisi postmortem masyhur dari  Spoon River , maka kita sepakat bahwa Johan bin Berahim semirip Nyonya Kessler, karena mereka punya urusan dengan pekerjaan domestik orang-orang, dan bahwa Johan bin Berahim yang jauh lebih mahir menangani kekacauan yang tidak melibatkan tirai, popok kain, atau bahkan saputangan, tak semirip Nyonya Kessler, karena ia dibicarakan seratus enam tahun kemudian. Ia datang ke kompleks penyewaan kamar ini tiap pukul sepuluh pagi, lengkap dengan topi aneh dan decit-decit sepatu karet. Ia selalu memarkir motor roda tiganya dekat tiang listrik. Bila pintu bak motor itu berderak, artinya Johan bin Berahim sedang  dalam putaran ...

Menunggu Uncu

Image
  Tahun itu disebut  Uncu  Dodi tahun dua telur angsa di bawah pohon tanpa daun. Tentu saja ingatan Rio yang rapuh tidak bisa mengingat tahun yang rumit itu, tidak peduli betapa sering  Uncu  mengulangi. Dengan terbata-bata, Rio menghitung tanggal di kalender tahun itu, mengikuti gerakan telunjuknya. Kenapa dua angka pada kalender dilingkupi lingkaran merah telah melayang pergi dari ingatan Rio. Dia hanya ingat,  Uncu  pulang pada salah satu angka di kalender itu; hari Sabtu. Lalu mereka akan bermain bola. Tidak masalah kalau harus mencabut rumput dulu. Tapi mungkin dia akan melempar buku lusuh yang selalu harus dibacanya ke sudut kamar, sambil menghentak-hentakkan kaki, sebelum akhirnya  Uncu  berhasil membujuknya membaca kata demi kata membosankan itu—tidak heran kalau kata demi kata itu tidak mau menetap di kepalanya—baru bermain bola. Setelah bermain bola, mereka akan mencuci pakaian bersama. Oh, Rio suka sekali busa dan air. Deru motor...