Wolo, Si Siluman Harimau
“Siapa gerangan di balik gerakan?” “Saya, Tu-” Tanpa ia sadari sepatu lars mendarat tepat di dadanya. Dalam sepersekian detik ia limbung dari kursi. Tangannya masih terikat. Seketika darah mengalir pelan dari sudut bibir. Sepertinya tendangan barusan sampai ke ulu hati. Mungkin merobek paru-paru, ia tak tahu. Sakit yang hebat membuatnya tak bisa berpikir. Ia meringkuk kesakitan, mengerang sebab sesuatu seperti sedang mengiris hatinya perlahan. Dalam kesempatan yang sempit, ia menatap seorang lelaki tambun datang dari pintu mendekat ke arahnya. Pak Bupati? Ia tak yakin. Lelaki itu semakin dekat. Ia berusaha keras tetap terjaga, ia ingin pastikan siapa dalang yang menggerakkan wayang. Sayang, yang ia lihat hanya sebatas siluet sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri. *** “Sudahlah Mei, hentikan semua ini,” kata Inang kepadanya suatu pagi di halaman rumah. “Tak sayangkah engkau kepada suami dan anak-anakmu?” Lanjutnya sembari menumbuk kopi. Sesekali Inang berhenti menumbuk...